Sabtu, 30 Agustus 2014

Lesbi Palembang Rebutan Pacar

Berkelahi Rebutan Pacar Lesbi

# Komunitas Lesbi Incar Anak Sekolah

PALEMBANG, TRIBUN - Malam belum terlalu larut. Jam masih menunjukan pukul 20.00. Ratusan orang masih tampak asik menyaksikan dancer yang beradu tangkas di atas panggung. Kebetulan pada pertengahan bulan kemarin ada pertunjukan dance yang digelar produsen minuman berenergi di pelataran Benteng Kuto Besak (BKB).

Disaat semua mata orang tertuju pada acara tersebut. Ada sekelompok remaja memilih pelataran Museum SMB II, berjarak 100 meter dari BKB sebagai tempat berkumpul.
Sekitar dua puluh orang remaja tersebut lantas duduk di atas pot bunga berbentuk lingkaran yang ada di pelataran museum.

Sekilas remaja tersebut merupakan pasangan muda-mudi yang sedang ingin memadu kasih. Namun setelah diamati lebih teliti, tidak ada laki-laki dalam kelompok remaja tersebut. Orang yang berpenampilan laiknya lelaki itu ternyata juga seorang wanita.
kelompok itulah yang menasbihkan diri mereka sebagai komunitas lesbi. Komunitas penyuka sesama jenis.

Pantauan Tribun Sumsel, tidak banyak yang mereka lakukan. Hanya nongkrong, ngobrol, bercanda, sambil sesekali merokok.

Beberapa orang duduk secara berkelompok namun ada juga yang duduk berpasang-pasangan sedikit menjauh. Pasangan sesama lesbi tentunya.
Saat Tribun Sumsel mencoba mendekati komunitas tersebut dan mengamati dari dekat prilaku komunitas lesbi ini ternyata mereka masih berusia belia sekitar 15-18 tahun. Remaja yang ditaksir masih sekolah di SMP dan SMA.

"Cuma duduk-duduk saja. Menikmati suasana malam minggu," ujar Mi membuka obrolan ke Tribun Sumsel.

Malam itu Mi berpenampilan laiknya laki-laki dengan menggunakan kemeja dan celana jins di atas lutut. Untuk mempertegas citra laki-lakinya, Mi memotong pendek rambutnya dan menggunakan anting cowok. Bahkan ia tak sungkan untuk menghisap rokok.

Di kalangan lesbian, perempuan yang berbadan cukup tambun ini, berprilaku sebagai butchy atau bertindak sebagai laki-laki.

Sementara pasangannya disebut femme atau female. Femme ini biasanya berpenampilan seperti gadis pada umumnya bahkan cenderung lebih feminim dan seksi.

"Mereka yang kumpul ini biasanya pasang-pasangan. Cuma kumpul saja. Ada juga untuk mencari pasangan," katanya.

Istilah butchy dan femme digunakan untuk membedakan perilaku dari kaum lesbian. Selain itu ada juga istilah andro.

andro istilah yang digunakan untuk menunjukkan pembagian peran yang sama dalam karakter maskulin dan feminin pada saat yang bersamaan.

Seorang andro dalam arti identitas gender, adalah orang yang tidak dapat sepenuhnya cocok dengan peranan gender maskulin dan feminim.

Belum sempat bertanya secara mendalam, tiba-tiba kelompok mereka secara bersamaan menuju ke jalan di samping Museum SMB II. Hanya berselang beberapa menit terjadi perkelahian antara butchy. Mereka saling menendang dan menarik baju.

Perkelahian tersebut berakhir setelah ada seorang penjaga museum yang memarahi mereka. Namun beberapa butchy balik membentak penjaga tersebut.

Ternyata perkelahian tersebut dilandasi rasa cemburu antara butchy yang sama-sama mencintai satu femme.

# Mencari Pasangan di Sekolah

Tidak terlalu sulit menemui kelompok yang mereka sebut komunitas tomboy. Selain di BKB, biasanya remaja ini berkumpul tiap akhir pekan di Taman Simpang Polda. Polda rekrutmen komunitas ini dengan memanfaatkan jaringan mereka di sekolah-sekolah. Setiap anak yang memiliki masalah akan didekati, menjadi teman curhat, diajak berkumpul, hingga akhirnya memadu asmara.

Berawal dari pertemanan-nya di sekolah. Wi kini terjerumus dalam pergaulan yang salah.
Wanita yang kini bekerja di toko sebagai pramuniaga merupakan satu dari sekian banyak wanita yang mempunyai prilaku seks menyimpang. Wi merupakan pasangan lesbi dari temannya sendiri.

Ditemui Tribun Sumsel beberapa waktu lalu, Wi yang berkulit putih ini menceritakan bagaimana awalnya ia bisa masuk dalam pergaulan yang salah tersebut.
Dua tahun lalu. Tepatnya tahun 2012 saat Wi masih berseragam SMA dirinya berkenalan dengan Hen. Teman satu sekolahnya.

Hen merupakan sosok wanita yang terkenal cantik di sekolahnya. Banyak pria yang mencoba mendekati namun tidak ada satupun yeng bisa menjadi pacar Hen.
Melalui proses pertemanan yang terjalin cukup lama antara Wi dan Hen membuat keduanya sudah seperti sahabat. Hingga suatu malam Hen mengajak Wi untuk jalan-jalan di Benteng Kuto Besak (BKB).

" Ternyata di BKB itu sudah berkumpul teman-temannya Hen. Semuanya perempuan. Ada yang tomboy. Ada yang feminim," jelasnya.

Dalam komunitas tersebut ternyata Wi ditaksir oleh seorang butchy, temannya Hen. Melalui perkenalan yang intensif akhirnya Wi juga masuk ke dalam lingkungan lesbi tersebut.

"Awalnya hanya berteman saja. Lama-lama butchy itu mengatakan suka sama saya. Saat itu saya masih bingung karena kami sama-sama wanita tidak mungkin berpacaran. Kemudian Hen yang menjelaskan kepada saya apa itu lesbi. Semuanya serba tiba-tiba," ungkapnya.

Dengan alasan privasi, Wi tidak mau menceritakan semua kehidupannya di lingkungan lesbi tersebut. Ia merasa hal tersebut adalah aib dan kesalahannya.
Wi mengaku bahwa dirinya adalah alumni sekolah SMA swasta yang ada di Plaju. Dalam sekolahnya itu ada tiga orang yang lesbi.

Gerak-gerik mereka di sekolah sempat terbaca oleh guru dan siswa lainnya. Bahkan ada seorang butchy yang dipanggil oleh kepala sekolah gara-gara pasangan lesbi tersebut tepergok sedang bermesraan di kamar mandi sekolah.

"Tidak diberhentikan. Disuruh buat perjanjian untuk tidak lagi menjadi lesbi. Mendapat nasihat dan ceramah agama," terangnya.

Selain di sekolahnya, Wi mengaku bahwa di sekolah lain juga ada pasangan lesbi lainnya. Ini diketahuinya saat berkumpul sesama komunitas. Menurutnya dalam satu sekolah itu bisa ada dua orang siswa yang lesbi.

Psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumsel, Syarkoni pada tahun kemarin menerima klien yakni dua pelajar SMA yang terjerumus ke komunitas itu. Awalnya orangtua dua klien itu mengira, persoalan yang dihadapi anaknya hanya masalah suka bolos sekolah.

Pelajar itu selalu pergi pagi menggunakan seragam sekolah, lalu sering pulang malam. Orangtua pelajar itu baru mengetahui kenakalan anaknya setelah mendapatkan surat pemberitahuan sekolah. Sudah beberapa bulan tidak masuk dan sekolah tidak pernah mendapat keterangan perihal bolosnya pelajar itu.

“Anak itu ngaku ke orangtua selalu sekolah, ternyata bolos. Setelah dilihat ke belakang, ada pola asuh yang salah. Anak itu ternyata berkumpul di komunitas tomboy itu,” ujar Syarkoni.
Orangtua yang mengetahui kenyataan itu langsung marah. Tetapi si anak tetap tak berubah. Banyak nasihat yang diberikan ke anak juga tak mempan untuk menangkis pengaruh dari komunitas itu.

Oleh sebab itu, pelajar itu diajak menemui psikolog. Kepada Syarkoni, pelajar itu sebut saja Dina mengakui, awal masuk komunitas itu melalui ajakan teman satu sekolah yang sudah lama bergabung. Sebagai permulaan, Dina hanya diajak kumpul-kumpul dan ngobrol. Tidak ada iming-iming dan intervensi dari komunitas itu.

Biasanya mereka kumpul di BKB dan Taman Simpang Polda. Setelah beberapa bulan, mulai terjalin interaksi kebersamaan yang kuat. Pada suatu kesempatan, Dina diajak mengunjungi rumah seorang anggota komunitas. Sampai di sana, ia malah disajikan tontonan video porno.

“Awalnya klien (Dina-red) tidak tahu menahu tentang komunitas itu. Sebagai remaja beranjak dewasa, hasrat seksualnya tentu muncul. Awalnya memang risih, setelah dibujuk dan diraju akhirnya takluk juga. Sejak saat itu sudah terjalin hubungan sesama jenis diantara anggota komunitas,” jelas Syarkoni.

Psikolog yang sehari-hari bertugas di Rumah Sakit Ernaldi Bahar ini mendapat penjelasan, Dina tidak pernah memiliki pengalaman disakiti laki-laki. Alasan utamanya bergabung ke komunitas itu karena selama ini tidak banyak mendapatkan kasih sayang dan perhatian. Kedua orangtuanya sibuk bekerja dan tidak jarang pulang malam.

Dina selama ini merasa sendiri dan tidak betah lama-lama tinggal di rumah. Akhirnya mau saja menerima ajakan teman yang menawarkan kenyamanan dan memberikan perhatian.
Dina mengaku, kelompok mereka dinamai komunitas tomboy. Jumlah anggotanya hanya 6-8 orang. Tetapi dia tidak tahu, apakah ada komunitas sejenis lainnya dengan anggota jumlah anggota lebih besar di Palembang.

“Anak itu hanya sebagai anggota. Mereka tidak ada ketua, hanya anak-anak sekolahan. Mungkin saja ada semacam ketua besar yang menularkan prilaku itu. Pengalaman si anak belum sampai ke sana. Hanya sebagai anggota dan terlibat hubungan sesama jenis,” ujar Syarkoni.

Menurut dosen di Istitut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah ini, butuh waktu lama untuk mengembalikan anak itu ke prilaku normal. Bagaimana cara penangannny, harus diketahui apa penyebabnya. Apabila ada pengaruh hormon laki-laki yang lebih dominan dibandingkan hormon perempuan maka penangannya secara medis.

Jika disebabkan faktor pola asuh, maka perlu diperbaiki cara mendidik anak di rumah. Ada fase perkembangan yang harus dilalui seseorang mulai dari anak-anak sampai meranjak dewasa. Misalnya fase oral (mengulum tangan) yang harus dialami semua orang. Apabila ada kebutuhan tidak terpenuhi maksimal, kelak berpengaruah pada pola perkembangan prilakunya saat dewasa.

“Kita harus tahu dulu apa sebab si anak memiliki prilaku menyimpang. Kalau dua anak yang menjadi klien saya itu disebabkan pola asuh yang salah. Seharunya ini menjadi perhatian, terutama bagi orangtua, pendidik, dan tenaga profesional, agar permasalah ini ke depan jangan meluas,” ucapnya.

Anak-anak di usia sekolah sangat rentan terjerumus ke prilaku menyimpang. Pada kelompok ini, mulai muncul tanda-tanda jenis kelamin.  Berbarengan dengan itu hasrat seksual dan rasa ingin tahu juga datang sangat kuat. Apabila tidak dibekali edukasi dan kontrol pola asuh dari rumah, seorang anak bakal memiliki prilaku menyimpang.

“Dua anak perempuan yang menjadi klien saya itu dari keluarga berekonomi cukup. Memang orangtua sibuk, waktu pulang ke rumah sudah capek sehingga langsung tidur. Jadi perhatian pada anak terlupakan,” ungkap Syarkoni. (wan/bbbn)
  

2 komentar: